dan inilah yang saya suka bagaimana seorang Rando Kim yang akan menjelaskan hal ini, dan mengajarkan pada kita bagaimana melepaskan hal yang membebani hidup kita selama ini serta menuju pada kehidupan yang baru yang pernah kita impikan.
Dasar Itu Tak Sedalam yang Kamu Kira
Di dalam
sebuah sumur yang dalam dan kering, kamu bergantung ketakutan pada seutas tali.
Kamu harus memanjat pada seutas tali tersebut untuk dapat keluar dari sumur,
tetapi semua energi yang kamu miliki sudah terkuras habis. Kamu sebenarnya
sudah kehilangan seluruh energimu; kamu tahu bahwa kamu sudah tidak mampu lagi
bergantung pada seutas tali itu, dan tentunya kamu tidak bisa lagi
memanjat keluar dari sumur yang memerangkapmu. Di bawah kakimu tampak gelap
hingga kamu tidak dapat melihat dasar sumur itu. kamu takut melepaskan genggamanmu,
kamu akan jatuh ke dasar sumur dan tubuhmu akan hancur berkeping-keping. Kamu
sangat ketakutan. Kamu sadar bahwa kedua lenganmu berangsur-angsur melemah,
tetapi tetap saja kamu tidak mampu menemukan cara untuk keluar dari sana.
Sekarang, apa yang akan kamu lakukan dalam
situasi seperti ini? Dalam kehidupan nyata, kamu mungkin tidak pernah
terperangkap dalam sumur. Namun kadang dalam hidup, kita semua pernah dalam
situasi ketika kita merasa seperti terperangkap dalam sumur yang dalam-saat
yang mengerikan ketika terperangkap di antara setan dan lautan biru yang dalam,
di mana tidak ada jalan keluar maupun jalan masuk untukmu, atau saat rasa
takutmu mulai menghantuimu karena kamu sadar bahwa tujuanmu terlalu jauh untuk
di raih sementara kamu tidak bisa melepaskannya.
Apa yang kamu lakukan?
Inilah yang kulakukan.
Aku melepaskan tali itu dari genggamanku. Ya, benar sekali.
Aku akan menyerah dan melepaskan tali
itu.
Kemudian, aku yakin akan jatuh ke
dasar. Akankah aku jatuh dan mati,
atau setidaknya aku akan terluka parah?
Tidak, semua
itu tak akan terjadi padamu. Kamu pasti berpikir bahwa dasar sumur itu berasa
jauh di bawah karena kamu tidak bisa melihatnya dengan matamu. Namun sebenarnya
dasar sumur itu tidak sejauh yang kamu kira. Mungkin dasar sumur itu memang
sejauh yang kamu perkirakan, tetapi dalam hidup, titik paling rendah dalam
kehidupan tidak pernah sekeras dan sejauh yang kamu pikirkan. Kita berusaha
keras untuk bergantung pada seutas tali demi hidup kita ketika pada
kenyataannya kita hanya berada 30 cm di atas dasar. Ini benar.
Masalahnya
adalah kamu tidak dapat melihat dasar yang selalu orang lain peringatkan. Kamu
tidak takut terhadap jarak dasar itu darimu; yang kamu takutkan adalah dasar
yang tidak terlihat.
Kali ini percayalah padaku dan
lepaskan tali itu dari genggamanmu. Kamu tidak akan terluka separah yang kamu
kira. Dalam hidup kita titik terendah yang cukup keras dan membuat hidup kita hancur berkeping-keping
tidak banyak. Jika kamu menguatkan dirimu, kamu akan mendarat dengan aman.
Sekali saja kamu melepaskan
genggamanmu dari tali itu, dan menginjakkan kakimu pada tanah yang di bawahmu,
kamu akan berteriak, “oh, ternyata tidak sejauh yang kupikirkan!” kemudian,
kamu dapat beristirahat, setidaknya hingga kamu merasa cukup kuat untuk
bergantung lagi pada tali itu, dan memanjat keluar dari sumur. Jika mungkin
berlatihlah ketika kamu dalam kegelapan sehingga kamu dapat memanjat dengan
lebih cepat sementara kamu mengumpulkan energi. Ketika kamu merasa energimu
telah cukup terkumpul, raihlah kembali tali itu, dan mulailah memanjat keluar.
Mungkin kali ini, kamu dapat memanjat keluar dari sumur itu tanpa harus kembali
merasa ketika menggantungkan dirimu pada tali itu.
Inilah
sebuah cerita untukmu. Cerita ini terjadi saat aku belajar untuk penerimaan
pegawai negeri. Setelah gagal dalam ujian pertamaku, yang memang telah kuperediksi karena aku mengikuti hanya untuk melihat sesulit apa soal yang di
berikan, aku memutuskan untuk belajar lebih rajin agar dapat lulus ujian itu
selanjutnya.
Aku pun pergi ke sebuah pusat belajar terdekat
bersama beberapa teman yang memiliki tujuan sama denganku. Ketika aku memasuki
sebuah ruangan, aku terkejut. Yang kulihat dalam pusat belajar adalah
orang-orang yang lebih tua dariku, dan sebagian dari mereka belajar untuk ujian
administrative nasional yang lebih kompetitif, ujian untuk para pejabat
kehakiman atau kedinasan luar negeri selama lebih dari sepuluh tahun. Namun
mereka, tanpa maksud apapun, adalah sekumpulan gelandangan yang menganggap
belajar adalah pekerjaan mereka. sebagian dari dari mereka lulusan sekolah
terkenal, dan mereka telah lulus dari bagian pertama pertama ujian berkali-kali.
Namun, segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan rencana mereka.
sebelum
mereka sadari, mereka telah terperangkap dalam rumah singggah itu selama lebih
dari 10 tahun.
Masalah yang
di hadapi oleh teman-teman senior tersebut adalah dilemma yang sama dengan
pengalaman yang kamu lalui di dalam sumur. Mereka telah kehilangan rasa percayaa diri mereka
sebagai akibat dari kegagalan yang berulang dan cara belajar yang tidak
efektif. Namun, mereka tidak mau merelakannya, sebagian karena mereka takut dan
sebagian lagi karena mereka ragu. Yang membuat mereka tampak lebih kasihan lagi
adalah kenyataan mereka bahwa mereka tidak memiliki kesempatan yang nyata
untuk lulus ujian itu dalam waktu dekat, kecuali sesuatu yang luar biasa
terjadi dalam hidup mereka.
Untungnya
mereka menyadari sesuatu tentang diri mereka sendiri ketika belajar bersama
kami, lulusan baru perguruan tinggi yang masih begitu muda. Beberapa dari
mereka memutuskan untuk mengakhiri kegiatan belajar mereka, setelah tercengang
dengan kenyataan bahwa mereka bersama kami setidaknya sepuluh tahun lebih muda
dari mereka. salah satu dari mereka memberitahu bahwa akhirnya ia sadar ia
telah banyak membuang waktu di tempat itu. setelah keluar ia kesulitan mencari
pekerjaan untuk orang seusianya. Jadi, ia membuka usaha baru dan aku dengar ia
sangat sukses sekarang. seorang senior
yang lain merasa terganggu oleh materi
dan metode pembelajaran baru yang kami gunakan sehingga ia membuang semua buku
catatan yang pelajarinya selama 15 tahun. Ia kembali membulatkan tekadnya dan
memulai semuanya dari awal. Hanya saja, saat ini ia menggunankan materi dan
metode yang baru hingga akhirnya ia lulus dalam ujian hukum nasional. Sekarang,
ia telah menjadi seorang pengacara yang sukses.
Semua orang
itu memiliki satu kesamaan: Mereka menemukan jawaban, apa pun itu, setelah
melepaskan tali dalam genggaman mereka selama hidup mereka. aku juga memiliki
pengalaman yang sama. Setelah gagal dalam ujian penerimaan pegawai negeri yang
pertama, aku ulai belajar keras dan bertekad mengikuti ujian yang kedua
kalinya. Tahun berikutnya, aku memiliki kepercayaan diri bahwa aku akan lulus
ujian, setidaknya untuk bagian pertama dari ujian tersebut, tetapi sekali lagi
aku gagal, dengan begitu spektakuler. Aku tidak hanya gagal, aku gagal dengan
nilai ujian jauh lebih rendah dari nilai terendah yang telah di tentukan. Sekarang, aku bisa menceritakan semua ini
dengan seakan- akan kegagalan itu bukan
masalah. Namun, kenyataannya, aku merasa hancur pada saat itu. setelah
kegagalan yang kedua, aku putus dengan orang yang sekian lama menjadi
kekasihku, dan aku mendapat panggilan untuk mengikuti wajib militer. Tahun
1986 benar-benar menjadi tahun
ketidakberuntungan dan terasa sangat panjang bagiku. Aku menjalani hari-hariku
dengan pesimistis. Aku tidak memiliki kepercayaan diri untuk dapat lulus dalam
ujian di tahun berikutnya atupun keberanian untuk berhenti dari ujian itu.
Karena aku
masih tidak merelakannya, aku mendaftar di program pascasarjana dan meminta
penangguhan untuk menunda untuk ikut keikutsertaanku dalam wajib militer hingga
aku menyelesaikan pendidikanku, dan sekali lagi mulai belajar demi ujian dengan
sepenuh hati. Aku mengikuti ujian di tahun berikutnya, dan sekali lagi, aku
kembali gagal. Akhirnya aku memutuskan untuk melepaskan tali itu.
Beberapa
orang mungkin akan mengkritikku karena mudah menyerah setelah gagal lulus ujian
tiga kali. Aku tahu itu. aku pun mengkritik diriku sendiri karena telah menjadi
orang yang begitu lemah, yang dengan mudah menyerah setelah beberapa kali mencoba.
Hal ini begitu menyiksaku. Saat itulah aku menyadari betapa menyerah jauh lebih
sulit daripada bertahan. Mungkin aku memerlukan lebih banyak keberanian di
bandingkan perasaan tertantang ketika
aku membuat keputusan tersebut.
Ketika bertemu
dengan teman-teman belajarku dulu di acara alumni, dengan bercanda aku
mengatakan pada mereka mungkin aku masih belajar untuk mengikuti ujian jika aku
tidak menyerah pada saat itu. Benar. Aku adalah tipe orang yang sering menggunakan
otak kanan. Aku bukan orang yang cocok dengan dengan jenis ujian seperti ujian
penerimaan pegawai negeri yang membutuhkan ingatan yang kuat. Yang patut di
permasalakan bukanlah usahaku yang kurang, melainkan karena waktu itu aku belum
menyadarinya. Setelah menjadi professor dan mulai bekerja di area yang lain,
aku baru tahu aku bukan tipe orang yang suka belajar, bisa lulus ujian penerimaan
pegawai negeri, dan menjadi pegawai negeri. Hingga kini, aku percaya bahwa
keputusanku untuk tidak lagi mengikuti ujian penerimaan pegawai negeri adalah
keputusan yang terbaik yang pernah kubuat.
Setelah memutuskan
untuk tidak lagi mengikuti ujian, aku jadi tahu bahwa dasar yang selama ini kutakutkan tidak sejauh yang
kuperkirakan.
Aku mengira
bahwa aku akan jatuh dan hancur berkeping-keping, tetapi bahkan keseleo pun
tidak . aku berlibur selama beberapa bulan, memproleh energi baru, dan kemudian
menyelesaikan pendidikan ROTC master office yang kuambil, di terima di program
doctoral di universitas luar negeri, dan meninggalkan negaraku untuk belajar di
sana.
“menyerah tidak selalu
menjadi tindakan pengecut. Ketika beban yang kau tanggung terlalu berat,
lepaskan tali itu. biarlah sayap-sayap kepercayaan dirimu mengembang.”
Sumber :
Judul ; Time of your life (bagimu, masa muda hanya sekali)
Halaman; Hal,104-111
Pengarang : RANDO KIM
0 komentar:
Posting Komentar