Rabu, 23 Juli 2014

BALAS DENDAM KUCING

HALOO gan, thank sudah mau mampir dan baca blog sederhana ini.
daripada saya terus bicara gak jelas, dan para pengunjung keburu menjadi bosan, jadi langsung singkat saja saya jelaskan,,,,saya ingin membagikan sebuah cerita FIKSI, sesuai judul DI atas yaitu:

 PROLOG
Tak ada yang menyangka bahwa kucing yang di anggap hewan lemah mampu membunuh manusia. Ini karena para kucing liar yang berkeliaran di seluruh pelosok negeri ini, terutama jakarta, akan mengalami serangan para kawanan kucing. mereka merasa terbuang dan di kucilkan dalam kehidupan seolah kehadiran mereka tak berarti lagi. sehingga kucing-kucing itu akan membuat serangan kepada manusia, mereka ingin balas dendam!.
para kucing ingin di hormati, di hargai serta layak mendapatkan pengakuan juga kasih sayang dari masyarakat.


SERANGAN TAK TERDUGA
1

Aku baru saja pulang dari rumah teman yang tidak jauh dari tempat tinggaku. Malam itu aku pulang sekitar pukul 10.00 malam, kebanyakan jam seperti ini semua orang sudah tertidur, dan kota Jakarta menjadi lebih sepi. Cuacanya mendung yang di selipkan angin yang yang bertiup ke arahku tubuh turut menambah suasana yang semakin menjadi. Aku berjalan kaki sendirian Sekitar di Daan mogot raya. Aku suka suasana hening seperti ini, dalam situasi yang seperti ini akan membuat perasaan menjadi nyaman.

Dari kejauhan aku melihat beberapa kucing sedang berkumpul, terlihat juga seorang bapak tua yang sedang bersama kucing-kucing itu. Bapak tua itu speperti sedang berbicara kepada kucing-kucing itu dan layaknya seorang komadan yang memberikan intruksi kepada pasukannya. Kucing-kucing berbaris rapi persis dengan  pasukan tentara yang membentuk sebuah barisan.

Aku terpanah melihat pemandangan seperti itu. oleh karenanya aku menghentikan langkah untuk memperhatikan dengan seksama. Pamandangan yang luar biasa ini tak bisa kulewatkan begitu saja. Aku melihat jumlah kucing yang sangat banyak berkumpul bersama. Beberapa kucing itu terlihat lebih besar daripada ukuran biasanya. Bapak tua itu mengendalikan kucing-kucing yang biasanya berkeliaran di jalanan sesuka hati menjadi sejinak burung merpati.

Melihat kejadian ini, aku memiliki perasaan takut karena jumlah kucing yang menurut perkiraaanku, mencapai ratusan ekor kucing yang bisa saja menumbangkan seorang manusia dewasa dengan mudah. Aku merasa perlu berhati-hati dalam hal ini, kendati aku hanya sendirian di jalan raya ini.

keadaan jalanan Daan mogot kian sepi, walaupun sesekali terlihat beberapa motor dan mobil yang lewat begitu saja. jadi, aku memutuskan untuk menyeberang ke sisi jalan yang berlainan. Dengan cara ini aku tidak harus melewati kawanan kucing itu sedang berada . Aku merasa takut kali ini, bukan pada preman ataupun penjahat yang biasanya muncul di malam hari seperti yang marak terjadi di kota Jakarta ini.Tapi, aku takut para kucing itu akan menyerangku.
…siapakah bapak tua itu? dan kenapa banyak sekali kucing yang sedang bersama?, bukankah ini bukan kejadian yang normal?.
Adalah pertayaan yang telintas dalam pikiranku. Aku berjalan pelan dan pura-pura tidak melihat ke Arah seberang sana. Setelah cukup jauh dari kawanan kucing itu. Karena masih penasaran aku menoleh ke belakang tempat bapak  tua dan kucing itu berada.
Terlihat ada seorang pria melewati tempat itu dengan menggunakan sepeda, dia kebut di jalanan, dan dia tidak sengaja menabrak salah satu kucing tersebut. Seketika terjatuh dari sepedanya. Aku melihat para kucing itu menatap ke arahnya orang yang jatuh tadi.

 Kawanan kucing itu menghampirinya beramai-ramai. Kucing-kucing itu terlihat marah pada orang itu. Pria itu bangkit dan berjalan, dia baru saja ingin berlari melihat ratusan kucing yang menghampirinya. Namun, kawanan kucing itu sudah menerkamnya lebih dulu. aku melihat pria yang itu berteriak kesakitan, dia masih berusaha meloloskan diri sambil menahan rasa sakit. Dia juga memberikan perlawanan kepada kawanan kucing itu.. Tapi tetap tidak bisa, jumlah kucing yang terlalu banyak  menyerangnya habis-habisan-tanpa ampun. Pada akhirnya pria itu tersungkur jatuh ke aspal jalanan.
 … para kucing itu sudah membunuhnya ? ‘mengapa’ para kucing bisa melakukan hal itu pada manusia? aku pun merasa tidak berdaya karena tidak bisa menolong orang itu.
 Kawanan kucing itu masih mencabik-cabik tubuh pria itu, tubuhnya terbaring di aspal jalanan. Aku yang sedang menyaksikan hal itu. Tapi, tak akan bisa melakukan apa-apa. Aku sendiri sedang ketakutan, juga dalam keadaan yang bahaya.
Pada  Saat yang sama salah-satu kucing itu melihatku dari kejauhan, sorot matanya yang tajam mengkilap yang bersinar pada malam hari.
Bapak tua yang bersama kucing itu, mengarahkan telunjuknya ke arahku dari kejauhan sana. Lalu, kucing-kucing itu mulai bergerak meninggalkan pria yang di serang tadi. Bersiap berlari ke arahku. Spontan, mengetahui para kucing itu akan menyerangku.
Aku bergegasa lari menuju rumah, pikiranku mengatakan bahwa jika aku tak berhasil lolos. Maka, nasibku akan sama dengan seorang pria yang barusan di serang itu.
… Sepertinya kejadian semacam ini adalah yang terburuk yang pernah terjadi selama  hidupku.
Jadi aku berlari sekuat tenaga..energi yang di keluarkan sungguh menkjubkan, dengan lincah aku bisa menghindari halangan yang biasa terdapat di jalan-jalan. Saat sudah hampir dekat pagar rumah, segera bergegas membuka kunci pagar rumah. Aku kesulitan membukanya “tangan bergetar karena rasa takut” dari kejauhan segerombolan kucing terlihat berlari menuju ke arahku. “Sial, kemana perginya orang-orang?”. Akhir terbuka juga, dan aku langsung menutupnya kembali. Karena pintu pagar rumahku di tutupi trails. Para kucing itu melompat dan berusaha masuk untuk mencoba menerkamku. Tapi, lubang teralis terlalu kecil untuk mereka. akhirnya mereka berbalik arah dan pergi begitu saja.
Aku melihat kawanan kucing itu pergi satu-persatu, mungkin mereka tahu tak akan bisa masuk ke dalam sini. Aku tak tak pernah berpikir bahwa kucing bisa menjadi seganas ini. Jantungku masih berdebar kencang juga keringat yang bercucuran. “Baru pulang?” Tanya Ibuku yang mucul dari belakang secara tiba-tiba membuatku terkejut kembali. Butuh waktu beebrapa detik untuk menjawab “Ya, bu”  sambil masuk ke dalam rumah bersama ibu, tanpa memberitahukan apa yang terjadi barusan padaku.


TEMAN-TEMAN DI SEKOLAH
2
 Namaku Sidis seorang remaja kelas 3 SMA, aku hanya tinggal bersama ibu. Kami tinggal di rumah peninggalan almarhum ayahku. Ibu bekerja sebagai pedagang kue di pasar, karenanya pagi-pagi dia sudah berangkat bekerja. Tapi, biasanya ibu sudah menyiapkan sarapan untukku terlebih dahulu.
Di sekolah, aku bertemu dengan Verdi yang baru saja sampai di sekolah. “Dis, kamu tahu gak di jalan Daan kogot raya ada berita di temukan mayat yang habis di koyak-koyak zombie”.ucapnya.  Aku sudah bisa menebak mayat itu pasti pria tadi malam yang di serang kawanan kucing tersebut. “ya, aku tahu, dan aku ingin memberitahu padamu sesuatu yang berkaitan dengan hal itu”.
Aku menceritakan kepada Verdi tentang apa yang kualami semalam, dia terlihat meragukanku, antara percaya dan tidak sambil berkata, “masa kucing bisa bunuh orang? yang benar saja?”. Aku terdiam saja, tidak ingin berdebat dengan Verdi. Ini memang hal yang sulit di percaya bahwa kucing memang bisa membunuh seorang manusia, meski begitu aku telah menjadi begitu yakin karena telah menjadi saksi pembunuhan kawanan kucing terhadap seorang manusia.
…Dapipada aku berdebat tanpa bukti,dan juga berbicara panjang lebar. Aku akan mencari kebenaran tentang apa yang baru kualami semalam. Lagipula ini memang hal yang tidak lazim terjadi di era modern seperti sekarang ini. walaupun begitu, masih banyak hal-hal yang belum  di ketahui atau masih menjadi rahasia yang masih belum terungkap.
Itulah yang terlintas dalam pikiranku sekarang. Dari jauh terlihat seorang teman berjalan ke arah kami, dia adalah Bery anak suka melucu dengan sindiran saat berbicara,sepertinya itu menjadi kebiasaan baginya..Beberapa saat kemudian terlihat Kevin dan David anak terpintar di kelasku, dan memililiki reputasi yang baik di SMA Black sentury ini. Meski sama-sama jenius ,sifat mereka tentulah berbeda satu-sama lainnya.
…suatu hari nanti, aku berharap bisa memberdayakan kekuatan yang mereka mereka miliki.
 Aku masih memikirkan hal ini. kemudian dari arah sebelah kanan tampak Willy dan Wangki, Berry sering bercanda dan selalu berkata “bahwa mereka hanya sebagai pelengkap pertemanan saja”. Tapi, menurutku mereka adalah teman di masa depan yang bisa di andalkan. “Mana si Acong?”( yang nama aslinya Hery)”. Tanya Verdi. Willy menjawab “itu di lobby, lagi aku kasih tantangan kenalan sama gadis-gadis SMP, kalau dia berhasil dapat goceng” katanya sambil tertawa. Kami semua pun ikut tertawa bersamanya. Willy memilki sikap yang bersahabat.tapi, dia bisa menjadi aneh kalau sedang galau. Sedangkan Hery sendiri merupakan orang yang  suka membicarakan gadis-gadis, meski sering diam saat kami semua berbicara.

Selang beberapa menit, terlihat Angga dan Adi. Mereka berdua sering terjadi perang dingin. Biasanya karena masalah wanita. Mereka selalu saja menaksir gadis yang sama, dan di antara mereka tidak ada yang mengalah. Kalau pun ada, pastilah karena terpaksa. Aku masih berpikir apakah mereka akan terus memiliki selera gadis yang sama di masa depan ketika kami semua sudah lulus dari SMA ini.

Total teman di gabung denganku menjadi sepuluh orang. Kami teman sekelas yang hampir setiap hari bermain dan kadang pergi bersama. Kami suka duduk di bawah pohon yang tidak jauh dari lobby halaman sekolah untuk bersantai, sambil melihat adik-adik kelas yang cantik lewat depan kami. Menurut temanku Bery, ini caranya menghilangkan stress saat merasa jenuh di sekolah.
“siapa lagi nih yanga mau mencoba?” ajak Willy. “ di tambahin goceng lagi dah”.
Kami semua menatap satu-sama lain. “eh, itu ada kesukaan Angga sama Adi lewat” ucap Bery.
“Sory ya, ini jadi bagianku saja dah..” Angga dan Adi saling menatap Bery dengan mata yang sedang berbicara “awas! kalau berani”.
“ah, gak jadilah” ucap Bery yang melihat keduanya menjadi serius terhadapnya.
Akhirnya gadis itu lewat begitu saja, Adi maupun Angga tidak menunjukan gerakan akan mendekati gadis itu. Sungguh itu hal yang serius bagi mereka berdua yang suka pada gadis itu. “yang penting, jangan sampai pertumpahan darah aja di sini” ucap Wangki yang akhirnya buka suara.
Lalu, kami yang duduk di bawah pohon, “udah Cong, giliranmu nih..” ucap Willy sambil mengeluarkan uang. Melihat aksi si Acong yang berkenalan dengan siswi SMP. Terlihat satu-persatu siswi menjauhinya, dia tetap tidak menyerah. Dia meneruskan aksinya, tanpa adanya rasa malu sedikitpun. Sampai semua siswi SMP yang duduk di lobby bubar semua.
“ha-ha-ha” Kami semua tertawa tebahak-bahak melihatnya kejadian itu. kadang memang ini permain kecil yang sering kami mainkan, jika sedang senggang, yakni Berkenalan dengan siswi di sekolah ini. meski ini permainan, rasa sakit yang di timbulkan ketika di tolak pasti tidaklah nyaman, apalagi masih ketemu terus dengan siswi yang di ajak kenalan itu.
“Sekarang giliran David dah” kata Bery.
“Apaan.., gaklah”balas David cepat.
“wah, kalau david yang turut tangan, bisa gak kebagian kita” kata Verdi.
“o..ya, yang penting yang punya Angga sama Adi gak di ganggu saja” sambung Bery lagi.
Terkadang aku merasa permainan ini bisa saja menyakiti perasaan siswi yang di ajak kenalan tersebut, terutama jika mereka ternyata menjadi timbul persaan suka singguhan sehingga terjebak dalam perasaan yang belum pasti. Dan kami sendiri berkenakan biasanya juga akan tejebak juga oleh perasaan itu, bukalah hal yang tidak mungkin menjadi suka beneran terhadap siswi yang di ajak berkenalan itu. Meskipun awalnya hanya permainan saja. 
Semua ini sering sekali terjadi pada hari-hari kami di sekolah, entah darimana ide permainan ini bisa tercipta. Mungkin kami semua yang awalnya suka duduk di bawah pohon sambil bercanda dan secara tidak sengaja melihat gadis-gadis yang lewat. Hal itu telah menarik perhatian kami dan sehingga membuat beberapa di antara kami ingin berkelanan.

MULAI MENCARI INFORMASI
3
 Saat dalam kelas di mana pelajaran Sejarah sedang di mulai, Kevin yang duduk sebangku denganku berbisik “apa benar tadi malam, kamu di serang kawanan kucing?”. Aku tahu sepertinya Verdi sudah menceritakan padanya tadi. “ya, itu benar”. Jawabku pelan karena sedang ada guru yang mengajar. Setelah aku menjawab seperti itu pun, dia terlihat  hanya sedikit percaya padaku.

Pada saat pulang sekolah, aku mengulang ceritaku pada semua temanku ini. “Kamu pasti bermimpi kali” ucap Berry. Aku berusaha menyakinkan kepada mereka tentang kebenaran dari ceritaku tentang serangan kawanan kucing. Aku tak bisa menahan ceritaku meski aku belum cukup bukti untuk menunjukan bukti pada mereka semua. Tetapi aku tetap menceritakan pada mereka, supaya mereka bisa berjaga-jaga.

Beberapa hari kemudian aku merasa hal ini menjadi sia-sia saja, untuk di jelaskan hal yang memang sulit untuk di percaya. Lalu secara tidak sengaja saat sedang berjalan menuju sekolah, aku melihat sebuah Koran yang di jual di dekat sekolah, tentang kabar mayat itu lagi, “Manusia tewas di serang kucing ganas” tertulis di halaman depan koran. Karena penasaran aku  langsung membelinya. Baru kali ini aku membeli Koran untuk kubaca. Jadi sampai di kelas, saat temanku yang baru sampai berkumpul di kelas  sedang membicarakan siswi-siswi di sekolah ini. aku sendiri sibuk duduk untuk membaca Koran.

Setelah kubaca lebih lanjut, ternyata seorang ahli forensik bernama Profesor Saud Purba yang ikut menyelidiki kasus menemukan kejanggalan terhadap luka yang di alami korban itu di serang oleh kucing ganas. Di sebut “ganas” mungkin karena kucing itu bisa sampai membunuh orang. Walaupun di koran hanya mnenujukan dugaan sementara yang juga masih perlu uintuk di teliti lebih lanjut. Aku sudah mengklaimnya sebagai kejadian yang asli, karena aku berada di sana pada waktu kejadian itu. “widih..ada gerangan apa nih?” Tanya Willy yang melihatku sedang asyik membaca koran. Dia memberitahu teman yang lain sedang berkumpul, “lihat Sidis baca Koran man..!”. dia berteriak mengejek.

Lantas mereka, langsung mendatangaiku secara ramai-ramai, aku seperti melakukan hal yang di anggap aneh oleh mereka. aku pun langsung memberitahukan kepada mereka tentang kejadian yang pernah kualami. “kalau sampai ahli forensik bilang begitu, kemungkinan besar ceritamu benar” ucap David sambil membaca koran milikku tadi.

Kemudian terlihat Wangki berkata “biasalah, kejadian ini paling cuma cari sensasi doang”.  Mendengar semua itu, Teman teman yang lain percaya padanya begitu saja. padahal aku pikir bisa menyakinkan mereka dengan adanya Koran ini, makanya kubeli untuk di tunjukan pada mereka. sekali lagi aku masih gagal untuk menyakinkan mereka. aku kesal dengan Wangki yang berkata seperti itu karena telah meragukanku.

Bel jam istirahat berbunyi, tandanya kami bebas dari pelajaran sementara. Seperti biasa kami bersepuluh berjalan bersama menuju kantin sekolah untuk mencari makan siang bersama. Di kantin sekolahku ini memang terkenal banyak sekali aneka jajanan yang bisa di beli, meskipun begitu, lama-kelamaan akan menjadi bosan juga. Terkadang kami juga mencari makan di luar sekolah. sekarang Kami membawa makanan yang sudah di beli, kami duduk di sekitar  parkir motor di sebelah kantin.Bukan duduk di tempat yang sudah di sediakan kantin.

Setelah selesai makan, kami duduk di bawah pohon dekat halaman lobby sekolah. “Cong, Udah siap buat tantangan baru hari ini?” Tanya Willy pada Hery. “siap dong” jawabnya pede. “Yang lainnya mau coba tantangan ini?”  Willy. Tak ada jawaban dari yang lain kecuali Hery. “Dis, kamu boleh coba nih, daripada mikirin kucing melulu”  keluh willy. “ide bagus tuh” dukung Bery.

Aku berusaha tidak menyinggungnya untuk mengatakan “tidak”  dengan  alasan belum ada gadis yang membuatku tertarik di sekolah ini. padahal beberapa teman tahu bahwa aku terlalu malu untuk bisa berkenalan langsung pada seorang gadis. “kemarin  aku melihat ada siswi yang cantik, aku mau coba kenalan dengannya” kata Hery dengan pedenya.
 “Terus gimana hasilnya?” Tanya Bery.
“Dia pergi! pas aku berdiri di hadapannya” jawab Hery santai. Semuanya tertawa terbahak-bahak melihatnya berkata seperti itu.
Meski hari-hari mulai terlihat normal, namun ingatanku tentang kejadian serangan kawanan kucing tak akan membuatku lupa. Jadi, setiap pagi aku membeli koran yang ada di dekat sekolahku. Ini kulakukan agar mengetahui perkembangan kasus yang masih di tangani oleh Prof. Saud Purba seorang ahli forensik. Saat berada di kelas, aku langsung membaca berita yang ada pada koran yang baru kubeli lagi. Tertulis juga bahwa orang-orang meragukan hasil penelitiannya.
Seperti hal seperti ini akan sulit di percaya, tidak hanya terjadi pada teman-temanku. Tetapi demikian juga untuk seorang ahli sekalipun. Lama-kelamaan kejadian seperti ini tak lagi berada di halaman depan koran. Jadi hanya akan sedikit di bahas soal apa yang kucari. Aku sudah mencoba mencari informasi di internet, tetap saja tidak terlalu berbeda jauh dengan di koran.
 …Percuma karena tidak ada yang akan percaya, yang ada hanya akan mendapatkan penilain yang tidak di harapkan.seperti di olok-olok atau di anggap tidak normal karena mempercayai sesuatu yang belum tentu benar.
Dan untuk saat ini aku tak bisa berbuat banyak karena sedikitnya petunjuk.


PERMAINAN WAJIB
4
Benar-benar aneh, “kenapa peryataan seorang ahli pun masih di ragukan?” tanyaku dalam hati. “Hei Dis, baca koran melulu” tegur temanku, Verdi. Teman-temanku yang lain berkumpul di dekatku. Mereka tiba-tiba saja memulai sebuah permainan  wajib yang biasa kami mainkan, yakni-berkenalan dengan siswi. “sudah lengkap” ucap Berry. Kami semua duduk membuat lingkaran untuk memulai permainan. “ jika mata bolpint berhenti atau menunjuk ke arah orang tersebut, maka ialah yang akan berkenalan dengan siswi di sekolah ini. lanjut Berry.
…aku ingin menolak permainan ini, tapi rasanya akan menyinggung perasaan teman-temanku. Jadi aku terpaksa inkut dalam permainan ini.
Permainan pun di mulai, bolpointnya di mulai putar semuanya merasa tegang, tentang siapa yang akan di tunjuk bolpoint tersebut. Dan… terpilih willy yang harus berkelanan, karena mata bolpoint berhenti tepat di depannya. “Baiklah, tidak masalah” kata willy dengan percaya diri. Lalu kami mengikutinya berjalan keluar kelas untuk melihatnya beraksi. Dia terlihat menunggu siswi mana yang akan menjadi incarannya untuk berkelanan. Dengan cepat dia menghadang seorang adik kelas yang hendak ingin masuk ke dalam kelas, “Hi, boleh kenalan, aku Willy?”. Siswi itu melewatinya begitu saja, dia mengacuhkan Willy seperti orang yang meminta-minta yang tidak di pedulikan. Meski begitu, Willy telah selesai dengan permainan ini. Tidak peduli dia akan di terima atau tidak. Karena yang di perlukan dalam permainan ini hanya cukup berkelanan dengan siswi tanpa peduli hasilnya.

Willy menghadap ke arah kami sambil terseyum malu, kami semua biasa saja. karena kami semua juga akan mengalami hal yang sama. “will, sabar ya, dia hanya belum tahu siapa kau yang sebenarnya” ucap Bery menghibur. “Memang siapa dia?” Tanya Hery secara spontan. “ Dia adalah orang yang di tolak mentah-mentah barusan” jawab Bery tertawa geli. Sekali lagi kami semua tertawa, semua siswa-siswi melihat tingkah kami yang tidak jelas. Karena kami tidak bisa menahan tawa kami lagi, suara tawa tersebut bisa sampai terdengar di seluruh lantai tiga gedung sekolah ini.

Permainan ini membuatku cukup terhibur untuk sementara, aku tak perlu pusing soal ancaman serangan kucing. Pikiranku setidaknya menjadi lebih rilek dan siap untuk memikirkan hal apa yang harus di lakukan untuk ke depannya. Akan tiba saatnya semua orang di sini tidak akan bisa bersenang-senang lagi. Jika dugaanku benar mengenai penyerangan kucing terhadap umat manusia memang akan terjadi nanti.

“Jadi nanti malam akan ada acara ke mana?” Tanya Verdi yang berada ditengah lamunanku. “waduh…jangan malam ini, lagi krisis nih” jawab Angga. akhir kami semua hanya duduk di halaman lobby saat pulang sekolah, kembali melihat pertunjukan para siswi yang pulang sekolah, melewati kami. jika di pikir, kami ini terlihat seperti para idiot yang tak bisa berhenti melihat atau membicarakan gadis. Itu menjadi tidak masalah lagi, ketika kamu hanya berkumpul bersama sambil melihat-lihat. Apalagi David dan Kevin anak teladan sekolah ini berada di pihak kami. “ha-ha-ha”



WANGKI DI SERANG KUCING
5
Malam hari, kira-kira jam 09.00 malam di rumah, aku mendengar ada yang memanggilku, dia seperti orang yang tidak sabaran yang menggedor pintu rumahku dengan keras. Padahhal ibuku sedang istirahat lebih awal hari ini. aku bergegasa keluar untuk melihat siap yang melakukan itu. aku melihat wangki yang sedang ketakutan “Dis, tolong buka pintunya, cepat!” . aku bergegas membuka gembok pintu depan untuk membiarkan Wangki masuk dan membiarkan motornya tetap berada di luar. Aku melihat beberapa kucing melompat ke arahku, untunglah aku lebih cepat menutup pintu lebih dulu.

Kemudian terlihat para kucing pergi begitu saja, aku melihat keluar kucing itu ada banyak sekali jumlahnya. Mereka berjalan baris berbaris, aku tak pernah melihat ada kucing yang berbaris begitu rapi dan terorganisir. “Aku percaya padamu sekarang” kata Wangki dengan napas yang tersenggal-senggal. Aku membawa sepeda motor Wangki masuk  ke dalam rumah,setelah memastikan kucing-kucing itu pergi.

Aku menyuruh Wangki untuk menginap dulu malam ini, mengingat rumahnya yang masih cukup jauh dari rumahku. “abis dari mana Ki?”  Tanya memberikan minuman the hangat untuk meredakan keteganggan tadi. “Abis ngikutin cewek pulang ke rumahnya, aku mau tahu dimana rumahnya yang ada di gunung sehari” kata Wangki yang sudah sedikit tenang. “Tapi, sialnya malah ketemu kucing banyak lagi jalan, aku kebut aja sambil pura-pura nakutin biar pada minggir, tahunya malah kucing itu pada marah, lalu ada yang melompat ke arah wajahku, untung pakai helm”. Katanya melanjutkan

Menurut Wangki, dia sempat melakukan perlawan pada kucing-kucing itu. namun, jumlah kucing yang menyerangnya bertambah banyak. Jadi dia memutuskan melarikan diri dan sampailah dia di rumahku yang di cengkareng untuk meminta bantuan.
Aku menyarankankan Wangki untuk menginap di rumahku terlebih dahulu, besok pagi baru dia akan pulang ke rumahnya yang berada di dadap. Sekarang dia tidak bisa bilang bahwa berita itu hanya mencari sensasi. Aku merasa puas karena akhirnya dia mengalaminya sendiri.

Akhirnya Wangki tidur di kamarku, ibu yang mengatahuinya hal ini merasa tidak keberatan ia menginap di rumah malam ini. “gadis yang di kejar, rumahnya jauh amat?, dan emangnya sekolahnya di Black Century juga?” tanyaku pada Wangki. Gak tahu juga sih, pokoknya aku ikutin saja, dia berhentinya di gunung sehari” jawabnya santai. “ha-ha-ha, niat amat” jawabku sambil tertawa.



  Kami di serang kucing
6

Keesokan harinya di surat kabar terdapat berita, bahwa, seorang warga di jalan thamrin, Jakarta pusat. Orang itu tewas oleh serangan kucing. Dan terbukti ahli bedah Saud Purba ternyata benar. Pada masa itu semua orang berusaha untuk memburu para kucing yang berkeliaran di sekitar rumah mereka. aku memberitahu teman-teman yang lainnya. Tapi mereka masih tidak percaya padaku maupun surat kabar. Kecuali,Wangki.

Bery mengajak kami semua untuk berkumpul di rumah Verdi untuk pergi ke mall nonton bioskop bersama. Tapi, seseorang terlihat tidak bisa hadir dalam perkumpulan. Dialah David, alasan mengapa karena tidak bisa ikut karena pacarnya melarangnya. “ini tidak masuk akal” kata Bery kesal. David berbuat seperti itu karena ia sudah sering berganti-ganti pacar.  Tapi, dia memang seorang yang tunduk terhadap pacarnya. Mungkin ini salah satu jurusnya untuk mendapatkan hati wanita. Atu malah dia di perbudak wanita?

Pada malam hari seperti waktu yang telah di tentukan, kami semua telah berkumpul semua di rumah Verdi.kecuali David yang tak bisa iut. Kami semua memutuskan untuk memakai kendaraan umum, yakni; Busway. Sesampainya di mal kami semua langsung menuju lantai paling atas di mall ini. kami memilih film horror  terbaru ,. Di dalam bioskop terlihat muda-mudi yang saling berpasangan. Kami bersembilan duduk di tengah-tengah mereka semua. Sayangnya, saat kami semua sedang menonton, Angga malah tidur layaknya di hotel bintang lima. Sehabis menonton film kami pun ingin langsung pulang, tidak lupa membangunkan Angga yang tertidur pulas. Tapi Bery mengajak kami makan dulu. Adi dengan hati mengikuti keinginannya. Soalnya karena dia akan mentraktir kami semua. Kami mencari makanan di tengah perjalanan kami pulang. Setelah mencari-cari sebuah tenda makan yang menjual pecel lele terliaht. Itu yang menjadi tujaun kami semua makan di tempat itu.

Di saat kami yang sedang asyik makan sambil bercanda, Bery terlihat kebingungan sendiri. Dia terlihat risih dan tidak berhenti merogoh kantongnya, dia tak berhenti membuka-menutup dompetnya. “Mampus” katanya. “kenapa Ber?” Tanya Angga. “pasti mampusnya dia duitnya kurang nie” tandas Verdi. Bery pun berhenti mencari-cari, sambil terseyum dia bilang “ sory duitnya kurang, ketinggalan di rumah, yang bawa uang ebih bayarin dulu dah, besok di sekolah pasti dig anti dah”.

Untunglah Kevin membawa unga paling banyak, dialah yang membayar semuanya dengan wajah lesu tentunya. “besok, pasti di ganti vin” kata Bery yang melihat sikap Kevin yang agak tidak rela.

Pukul 09.00 malam,  Saat aku dan teman-temanku pulang dari mall, kami turun di halte busway rawa buaya. Kami memutuskan untuk berjalan kaki pulang ke rumah Verdi yang berada di daerah Menceng. Cukup jauh juga menurutku.  Di dalam perjalanan, Willy meyarankan kami semua untuk mmebuat David putus dengan pacarnya, supaya dia bisa berkumpul bersama kami kembali. Tapi dia hanya bercanda saja.

Aku pun bilang kepada teman-temaku, bahwa David memiliki hak untuk menerima ataupun menolak ajakan kita. Sebagai teman aku bisa mengerti. “masalahnya dia menolak kita karena pacarnya melarangnya” ucap Bery. “Si Hery aja punya pacar, tapi bisa kumpul bareng kita” lanjutnya. “aku milih teman daripada milih pacar” sahut Hery dengan gayanya yang santai.

“itu baru namanya teman sejati!” kata Bery. sambil menepuk bahunya. “ itu kucing banyak amat ya?” Tanya Adi sambil melihat ke arah jembatan layang yang biasanya di gunakan sebagai tempat penyeberangan. Kami semua  ke arah yang sama, terlihat pemandangan yang menyeramkan , lebih menyeramkan dari film horror yang barusan kami tonton. Banyak kucing yang sedang berbaris, lebih banyak dari aku dan Wangki pernah jumpai sebelumnya.

Terlihat kucing-kucing itu berjalan  menuruni tangga jembatan, tidak lama mereka berlari serentak. Kawanan kucing itu berlari ke arah kami. “Lari!” teriak Wangki. Lalu dia berlalari duluan. Kami semua bergegaas lari juga.tapi, jalanan malam hari ini aneh sekali. Biasanya ramai, dan banyak angkot yang sedang  menunggu penumpangnya di sini. “lempar mereka dengan batu” ucap willy. Dia melemparkan batu mengenai salah satu kucing. Nampaknya kawanan kucing itu bertambah marah. Aku teringat waktu orang yang naik sepeda yang secara tidak sengaja menabrak kucing itu, lalu para kucing itu membunuhnya.

Sambil belari aku menceritakan hal ini pada yang lain, “sial lu will” kata Bery. Kami masih berlari untuk menghindari kawanan kucing, tampaknya kami semua tidak akan mampu lari sampai ke rumah Kevin, rumahnya yang paling dekat.  Karena kami mulai kelelahan. Bersembunyi menjadi cara satu-satunya. Kami semua terpaksa harus masuk ke dalam got untuk bersembunyi, Bery tadinya terlihat keberatan dengan cara ini.dia masih berdiri mematung, semnatara kami meneriakinya supaya turun ke bawah sini. setelah melihat salah satu kucing menyobek dahan pohon dengan ganas. Barulah Bery melompat ke bawah. Sialnya dia melompat ke terlalu keras. Sehingga air got yang di injaknya mengenai kami semua.

Kami semua menahan diri dahulu, sebelum mempermalasalakan air got yang mengenai kami. “baunya sungguh busuk” kata Angga. menunggu sampai keadaan aman. Aku mencoba untuk melihat keadaan di atas, aku melihat banyak sekali kucing yang berlarian di atas kami. aku bisa memperkirakan semaunya ada ribuan ekor banyaknya. Setelah satu jam berlalu, aku mengumumkan keadaan sudah aman. Aku  melihat semuanya mengeluh pada Bery karena sudah membuat kami semua bau terkena air got karena perbuatanya. “aku bilang “tunggu!, kita harus berterima kasih pada Bery. mereka melihatku dengan tatapan tajap mirip mata kucing-kucing itu. “berkatnya para kucing tak bisa mengendus bau manusia karena sudah tercemar air got yang bau”. Lanjutku  yang akhirnya mereka bisa mengerti maksudku.

Kami semua kembali ke rumah Verdi, tak jadi ke rumah Kevin. Sebab keadaan sekarang sudah aman untuk semenatara. Kami semua  pulang ke rumah masing-masing dengan baju yang keren tadinya. Kini menjadi kotor sekali. Ini pengalaman yang paling menakutkan yang pernah kami alami, sungguh kami tak pernah menganggap kucing bisa menjadi begitu berbahaya bagi manusia, sungguh kejadian yang mengerikan bagi kami semua.

Lagipula kekuatan kucing itu sangat dasyat sehingga dahan pohon yang di cakarnya bisa terbela menjadi dua. Selain jumlahnya yang banyak, kekuatannya pun bertambah. Dengan ini saja, aku sudah pastikan mereka ingin balas dendam kepada umat manusia.

Bersambung dulu ya.....

WARNING
SILAKAN ctrl+D supaya bisa mengikuti cerita ini untuk selanjutnya ...
thank to for kaskuser for coming..
silakan komentarnya.








0 komentar:

Posting Komentar