HALOO gan, thank sudah mau mampir dan baca blog sederhana ini.
daripada saya terus bicara gak jelas, dan para pengunjung keburu menjadi bosan,
jadi langsung singkat saja saya jelaskan,,,,saya ingin membagikan sebuah
cerita FIKSI, sesuai judul DI atas yaitu:
PROLOG
Tak ada yang menyangka bahwa kucing yang di anggap hewan lemah mampu membunuh manusia. Ini karena para kucing liar yang berkeliaran di seluruh pelosok negeri ini, terutama jakarta, akan mengalami serangan para kawanan kucing. mereka merasa terbuang dan di kucilkan dalam kehidupan seolah kehadiran mereka tak berarti lagi. sehingga kucing-kucing itu akan membuat serangan kepada manusia, mereka ingin balas dendam!.
para kucing ingin di hormati, di hargai serta layak mendapatkan pengakuan juga kasih sayang dari masyarakat.
SERANGAN TAK TERDUGA
1
Aku baru saja pulang dari rumah
teman yang tidak jauh dari tempat tinggaku. Malam itu aku pulang sekitar pukul 10.00
malam, kebanyakan jam seperti ini semua orang sudah tertidur, dan kota Jakarta
menjadi lebih sepi. Cuacanya mendung yang di selipkan angin yang yang bertiup
ke arahku tubuh turut menambah suasana yang semakin menjadi. Aku berjalan kaki
sendirian Sekitar di Daan mogot raya. Aku suka suasana hening seperti ini,
dalam situasi yang seperti ini akan membuat perasaan menjadi nyaman.
Dari kejauhan aku
melihat beberapa kucing sedang berkumpul, terlihat juga seorang bapak tua yang
sedang bersama kucing-kucing itu. Bapak tua itu speperti sedang berbicara
kepada kucing-kucing itu dan layaknya seorang komadan yang memberikan intruksi
kepada pasukannya. Kucing-kucing berbaris rapi persis dengan pasukan tentara yang membentuk sebuah
barisan.
Aku terpanah melihat
pemandangan seperti itu. oleh karenanya aku menghentikan langkah untuk
memperhatikan dengan seksama. Pamandangan yang luar biasa ini tak bisa
kulewatkan begitu saja. Aku melihat jumlah kucing yang sangat banyak berkumpul
bersama. Beberapa kucing itu terlihat lebih besar daripada ukuran biasanya. Bapak
tua itu mengendalikan kucing-kucing yang biasanya berkeliaran di jalanan sesuka
hati menjadi sejinak burung merpati.
Melihat kejadian ini,
aku memiliki perasaan takut karena jumlah kucing yang menurut perkiraaanku,
mencapai ratusan ekor kucing yang bisa saja menumbangkan seorang manusia dewasa
dengan mudah. Aku merasa perlu berhati-hati dalam hal ini, kendati aku hanya
sendirian di jalan raya ini.
keadaan jalanan Daan
mogot kian sepi, walaupun sesekali terlihat beberapa motor dan mobil yang lewat
begitu saja. jadi, aku memutuskan untuk menyeberang ke sisi jalan yang berlainan.
Dengan cara ini aku tidak harus melewati kawanan kucing itu sedang berada . Aku
merasa takut kali ini, bukan pada preman ataupun penjahat yang biasanya muncul
di malam hari seperti yang marak terjadi di kota Jakarta ini.Tapi, aku takut
para kucing itu akan menyerangku.
…siapakah bapak tua
itu? dan kenapa banyak sekali kucing yang sedang bersama?, bukankah ini bukan
kejadian yang normal?.
Adalah pertayaan yang
telintas dalam pikiranku. Aku berjalan pelan dan pura-pura tidak melihat ke
Arah seberang sana. Setelah cukup jauh dari kawanan kucing itu. Karena masih
penasaran aku menoleh ke belakang tempat bapak tua dan kucing itu berada.
Terlihat ada seorang
pria melewati tempat itu dengan menggunakan sepeda, dia kebut di jalanan, dan
dia tidak sengaja menabrak salah satu kucing tersebut. Seketika terjatuh dari
sepedanya. Aku melihat para kucing itu menatap ke arahnya orang yang jatuh tadi.
Kawanan kucing itu menghampirinya beramai-ramai.
Kucing-kucing itu terlihat marah pada orang itu. Pria itu bangkit dan berjalan,
dia baru saja ingin berlari melihat ratusan kucing yang menghampirinya. Namun,
kawanan kucing itu sudah menerkamnya lebih dulu. aku melihat pria yang itu
berteriak kesakitan, dia masih berusaha meloloskan diri sambil menahan rasa
sakit. Dia juga memberikan perlawanan kepada kawanan kucing itu.. Tapi tetap tidak
bisa, jumlah kucing yang terlalu banyak
menyerangnya habis-habisan-tanpa ampun. Pada akhirnya pria itu tersungkur
jatuh ke aspal jalanan.
… para kucing itu sudah membunuhnya ? ‘mengapa’
para kucing bisa melakukan hal itu pada manusia? aku pun merasa tidak berdaya
karena tidak bisa menolong orang itu.
Kawanan kucing itu masih mencabik-cabik tubuh
pria itu, tubuhnya terbaring di aspal jalanan. Aku yang sedang menyaksikan hal
itu. Tapi, tak akan bisa melakukan apa-apa. Aku sendiri sedang ketakutan, juga
dalam keadaan yang bahaya.
Pada Saat yang sama salah-satu kucing itu melihatku
dari kejauhan, sorot matanya yang tajam mengkilap yang bersinar pada malam
hari.
Bapak tua yang bersama kucing itu,
mengarahkan telunjuknya ke arahku dari kejauhan sana. Lalu, kucing-kucing itu
mulai bergerak meninggalkan pria yang di serang tadi. Bersiap berlari ke
arahku. Spontan, mengetahui para kucing itu akan menyerangku.
Aku bergegasa lari menuju rumah,
pikiranku mengatakan bahwa jika aku tak berhasil lolos. Maka, nasibku akan sama
dengan seorang pria yang barusan di serang itu.
… Sepertinya kejadian
semacam ini adalah yang terburuk yang pernah terjadi selama hidupku.
Jadi aku berlari sekuat
tenaga..energi yang di keluarkan sungguh menkjubkan, dengan lincah aku bisa
menghindari halangan yang biasa terdapat di jalan-jalan. Saat sudah hampir
dekat pagar rumah, segera bergegas membuka kunci pagar rumah. Aku kesulitan
membukanya “tangan bergetar karena rasa takut” dari kejauhan segerombolan
kucing terlihat berlari menuju ke arahku. “Sial, kemana perginya orang-orang?”.
Akhir terbuka juga, dan aku langsung menutupnya kembali. Karena pintu pagar
rumahku di tutupi trails. Para kucing itu melompat dan berusaha masuk untuk mencoba
menerkamku. Tapi, lubang teralis terlalu kecil untuk mereka. akhirnya mereka
berbalik arah dan pergi begitu saja.
Aku melihat kawanan
kucing itu pergi satu-persatu, mungkin mereka tahu tak akan bisa masuk ke dalam
sini. Aku tak tak pernah berpikir bahwa kucing bisa menjadi seganas ini.
Jantungku masih berdebar kencang juga keringat yang bercucuran. “Baru pulang?”
Tanya Ibuku yang mucul dari belakang secara tiba-tiba membuatku terkejut
kembali. Butuh waktu beebrapa detik untuk menjawab “Ya, bu” sambil masuk ke dalam rumah bersama ibu, tanpa
memberitahukan apa yang terjadi barusan padaku.
TEMAN-TEMAN DI SEKOLAH
2
Namaku Sidis seorang remaja kelas 3 SMA, aku
hanya tinggal bersama ibu. Kami tinggal di rumah peninggalan almarhum ayahku.
Ibu bekerja sebagai pedagang kue di pasar, karenanya pagi-pagi dia sudah
berangkat bekerja. Tapi, biasanya ibu sudah menyiapkan sarapan untukku terlebih
dahulu.
Di sekolah, aku bertemu
dengan Verdi yang baru saja sampai di sekolah. “Dis, kamu tahu gak di jalan
Daan kogot raya ada berita di temukan mayat yang habis di koyak-koyak
zombie”.ucapnya. Aku sudah bisa menebak mayat
itu pasti pria tadi malam yang di serang kawanan kucing tersebut. “ya, aku
tahu, dan aku ingin memberitahu padamu sesuatu yang berkaitan dengan hal itu”.
Aku menceritakan kepada
Verdi tentang apa yang kualami semalam, dia terlihat meragukanku, antara
percaya dan tidak sambil berkata, “masa kucing bisa bunuh orang? yang benar
saja?”. Aku terdiam saja, tidak ingin berdebat dengan Verdi. Ini memang hal
yang sulit di percaya bahwa kucing memang bisa membunuh seorang manusia, meski
begitu aku telah menjadi begitu yakin karena telah menjadi saksi pembunuhan
kawanan kucing terhadap seorang manusia.
…Dapipada aku berdebat
tanpa bukti,dan juga berbicara panjang lebar. Aku akan mencari kebenaran
tentang apa yang baru kualami semalam. Lagipula ini memang hal yang tidak lazim
terjadi di era modern seperti sekarang ini. walaupun begitu, masih banyak
hal-hal yang belum di ketahui atau masih
menjadi rahasia yang masih belum terungkap.
Itulah yang terlintas
dalam pikiranku sekarang. Dari jauh terlihat seorang teman berjalan ke arah
kami, dia adalah Bery anak suka melucu dengan sindiran saat berbicara,sepertinya
itu menjadi kebiasaan baginya..Beberapa saat kemudian terlihat Kevin dan David
anak terpintar di kelasku, dan memililiki reputasi yang baik di SMA Black
sentury ini. Meski sama-sama jenius ,sifat mereka tentulah berbeda satu-sama
lainnya.
…suatu hari nanti, aku
berharap bisa memberdayakan kekuatan yang mereka mereka miliki.
Aku masih memikirkan hal ini. kemudian dari
arah sebelah kanan tampak Willy dan Wangki, Berry sering bercanda dan selalu
berkata “bahwa mereka hanya sebagai pelengkap pertemanan saja”. Tapi, menurutku
mereka adalah teman di masa depan yang bisa di andalkan. “Mana si Acong?”( yang
nama aslinya Hery)”. Tanya Verdi. Willy menjawab “itu di lobby, lagi aku kasih
tantangan kenalan sama gadis-gadis SMP, kalau dia berhasil dapat goceng”
katanya sambil tertawa. Kami semua pun ikut tertawa bersamanya. Willy memilki
sikap yang bersahabat.tapi, dia bisa menjadi aneh kalau sedang galau. Sedangkan
Hery sendiri merupakan orang yang suka
membicarakan gadis-gadis, meski sering diam saat kami semua berbicara.
Selang beberapa menit,
terlihat Angga dan Adi. Mereka berdua sering terjadi perang dingin. Biasanya
karena masalah wanita. Mereka selalu saja menaksir gadis yang sama, dan di
antara mereka tidak ada yang mengalah. Kalau pun ada, pastilah karena terpaksa.
Aku masih berpikir apakah mereka akan terus memiliki selera gadis yang sama di
masa depan ketika kami semua sudah lulus dari SMA ini.
Total teman di gabung denganku
menjadi sepuluh orang. Kami teman sekelas yang hampir setiap hari bermain dan
kadang pergi bersama. Kami suka duduk di bawah pohon yang tidak jauh dari lobby
halaman sekolah untuk bersantai, sambil melihat adik-adik kelas yang cantik
lewat depan kami. Menurut temanku Bery, ini caranya menghilangkan stress saat
merasa jenuh di sekolah.
“siapa lagi nih yanga
mau mencoba?” ajak Willy. “ di tambahin goceng lagi dah”.
Kami semua menatap
satu-sama lain. “eh, itu ada kesukaan Angga sama Adi lewat” ucap Bery.
“Sory ya, ini jadi
bagianku saja dah..” Angga dan Adi saling menatap Bery dengan mata yang sedang
berbicara “awas! kalau berani”.
“ah, gak jadilah” ucap
Bery yang melihat keduanya menjadi serius terhadapnya.
Akhirnya gadis itu
lewat begitu saja, Adi maupun Angga tidak menunjukan gerakan akan mendekati
gadis itu. Sungguh itu hal yang serius bagi mereka berdua yang suka pada gadis
itu. “yang penting, jangan sampai pertumpahan darah aja di sini” ucap Wangki
yang akhirnya buka suara.
Lalu, kami yang duduk
di bawah pohon, “udah Cong, giliranmu nih..” ucap Willy sambil mengeluarkan
uang. Melihat aksi si Acong yang berkenalan dengan siswi SMP. Terlihat
satu-persatu siswi menjauhinya, dia tetap tidak menyerah. Dia meneruskan
aksinya, tanpa adanya rasa malu sedikitpun. Sampai semua siswi SMP yang duduk
di lobby bubar semua.
“ha-ha-ha” Kami semua
tertawa tebahak-bahak melihatnya kejadian itu. kadang memang ini permain kecil
yang sering kami mainkan, jika sedang senggang, yakni Berkenalan dengan siswi
di sekolah ini. meski ini permainan, rasa sakit yang di timbulkan ketika di
tolak pasti tidaklah nyaman, apalagi masih ketemu terus dengan siswi yang di
ajak kenalan itu.
“Sekarang giliran David
dah” kata Bery.
“Apaan.., gaklah”balas
David cepat.
“wah, kalau david yang
turut tangan, bisa gak kebagian kita” kata Verdi.
“o..ya, yang penting
yang punya Angga sama Adi gak di ganggu saja” sambung Bery lagi.
Terkadang aku merasa
permainan ini bisa saja menyakiti perasaan siswi yang di ajak kenalan tersebut,
terutama jika mereka ternyata menjadi timbul persaan suka singguhan sehingga
terjebak dalam perasaan yang belum pasti. Dan kami sendiri berkenakan biasanya
juga akan tejebak juga oleh perasaan itu, bukalah hal yang tidak mungkin
menjadi suka beneran terhadap siswi yang di ajak berkenalan itu. Meskipun
awalnya hanya permainan saja.
Semua ini sering sekali
terjadi pada hari-hari kami di sekolah, entah darimana ide permainan ini bisa
tercipta. Mungkin kami semua yang awalnya suka duduk di bawah pohon sambil
bercanda dan secara tidak sengaja melihat gadis-gadis yang lewat. Hal itu telah
menarik perhatian kami dan sehingga membuat beberapa di antara kami ingin
berkelanan.
MULAI MENCARI INFORMASI
3
Saat dalam kelas di mana pelajaran Sejarah
sedang di mulai, Kevin yang duduk sebangku denganku berbisik “apa benar tadi
malam, kamu di serang kawanan kucing?”. Aku tahu sepertinya Verdi sudah
menceritakan padanya tadi. “ya, itu benar”. Jawabku pelan karena sedang ada
guru yang mengajar. Setelah aku menjawab seperti itu pun, dia terlihat hanya sedikit percaya padaku.
Pada saat pulang
sekolah, aku mengulang ceritaku pada semua temanku ini. “Kamu pasti bermimpi
kali” ucap Berry. Aku berusaha menyakinkan kepada mereka tentang kebenaran dari
ceritaku tentang serangan kawanan kucing. Aku tak bisa menahan ceritaku meski
aku belum cukup bukti untuk menunjukan bukti pada mereka semua. Tetapi aku
tetap menceritakan pada mereka, supaya mereka bisa berjaga-jaga.
Beberapa hari kemudian
aku merasa hal ini menjadi sia-sia saja, untuk di jelaskan hal yang memang
sulit untuk di percaya. Lalu secara tidak sengaja saat sedang berjalan menuju
sekolah, aku melihat sebuah Koran yang di jual di dekat sekolah, tentang kabar
mayat itu lagi, “Manusia tewas di serang kucing ganas” tertulis di halaman
depan koran. Karena penasaran aku langsung membelinya. Baru kali ini aku membeli
Koran untuk kubaca. Jadi sampai di kelas, saat temanku yang baru sampai berkumpul
di kelas sedang membicarakan siswi-siswi
di sekolah ini. aku sendiri sibuk duduk untuk membaca Koran.
Setelah kubaca lebih
lanjut, ternyata seorang ahli forensik bernama Profesor Saud Purba yang ikut
menyelidiki kasus menemukan kejanggalan terhadap luka yang di alami korban itu
di serang oleh kucing ganas. Di sebut “ganas” mungkin karena kucing itu bisa
sampai membunuh orang. Walaupun di koran hanya mnenujukan dugaan sementara yang
juga masih perlu uintuk di teliti lebih lanjut. Aku sudah mengklaimnya sebagai
kejadian yang asli, karena aku berada di sana pada waktu kejadian itu.
“widih..ada gerangan apa nih?” Tanya Willy yang melihatku sedang asyik membaca
koran. Dia memberitahu teman yang lain sedang berkumpul, “lihat Sidis baca
Koran man..!”. dia berteriak mengejek.
Lantas mereka, langsung
mendatangaiku secara ramai-ramai, aku seperti melakukan hal yang di anggap aneh
oleh mereka. aku pun langsung memberitahukan kepada mereka tentang kejadian
yang pernah kualami. “kalau sampai ahli forensik bilang begitu, kemungkinan
besar ceritamu benar” ucap David sambil membaca koran milikku tadi.
Kemudian terlihat
Wangki berkata “biasalah, kejadian ini paling cuma cari sensasi doang”. Mendengar semua itu, Teman teman yang lain
percaya padanya begitu saja. padahal aku pikir bisa menyakinkan mereka dengan
adanya Koran ini, makanya kubeli untuk di tunjukan pada mereka. sekali lagi aku
masih gagal untuk menyakinkan mereka. aku kesal dengan Wangki yang berkata
seperti itu karena telah meragukanku.
Bel jam istirahat
berbunyi, tandanya kami bebas dari pelajaran sementara. Seperti biasa kami
bersepuluh berjalan bersama menuju kantin sekolah untuk mencari makan siang
bersama. Di kantin sekolahku ini memang terkenal banyak sekali aneka jajanan
yang bisa di beli, meskipun begitu, lama-kelamaan akan menjadi bosan juga.
Terkadang kami juga mencari makan di luar sekolah. sekarang Kami membawa
makanan yang sudah di beli, kami duduk di sekitar parkir motor di sebelah kantin.Bukan duduk di
tempat yang sudah di sediakan kantin.
Setelah selesai makan,
kami duduk di bawah pohon dekat halaman lobby sekolah. “Cong, Udah siap buat
tantangan baru hari ini?” Tanya Willy pada Hery. “siap dong” jawabnya pede.
“Yang lainnya mau coba tantangan ini?” Willy.
Tak ada jawaban dari yang lain kecuali Hery. “Dis, kamu boleh coba nih,
daripada mikirin kucing melulu” keluh
willy. “ide bagus tuh” dukung Bery.
Aku berusaha tidak
menyinggungnya untuk mengatakan “tidak”
dengan alasan belum ada gadis
yang membuatku tertarik di sekolah ini. padahal beberapa teman tahu bahwa aku
terlalu malu untuk bisa berkenalan langsung pada seorang gadis. “kemarin aku melihat ada siswi yang cantik, aku mau
coba kenalan dengannya” kata Hery dengan pedenya.
“Terus gimana hasilnya?” Tanya Bery.
“Dia pergi! pas aku
berdiri di hadapannya” jawab Hery santai. Semuanya tertawa terbahak-bahak
melihatnya berkata seperti itu.
Meski hari-hari mulai
terlihat normal, namun ingatanku tentang kejadian serangan kawanan kucing tak
akan membuatku lupa. Jadi, setiap pagi aku membeli koran yang ada di dekat
sekolahku. Ini kulakukan agar mengetahui perkembangan kasus yang masih di
tangani oleh Prof. Saud Purba seorang ahli forensik. Saat berada di kelas, aku
langsung membaca berita yang ada pada koran yang baru kubeli lagi. Tertulis juga
bahwa orang-orang meragukan hasil penelitiannya.
Seperti hal seperti ini
akan sulit di percaya, tidak hanya terjadi pada teman-temanku. Tetapi demikian
juga untuk seorang ahli sekalipun. Lama-kelamaan kejadian seperti ini tak lagi
berada di halaman depan koran. Jadi hanya akan sedikit di bahas soal apa yang
kucari. Aku sudah mencoba mencari informasi di internet, tetap saja tidak
terlalu berbeda jauh dengan di koran.
…Percuma karena tidak ada yang akan percaya,
yang ada hanya akan mendapatkan penilain yang tidak di harapkan.seperti di
olok-olok atau di anggap tidak normal karena mempercayai sesuatu yang belum
tentu benar.
Dan untuk saat ini aku
tak bisa berbuat banyak karena sedikitnya petunjuk.
PERMAINAN WAJIB
4
Benar-benar aneh, “kenapa peryataan
seorang ahli pun masih di ragukan?” tanyaku dalam hati. “Hei Dis, baca koran
melulu” tegur temanku, Verdi. Teman-temanku yang lain berkumpul di dekatku.
Mereka tiba-tiba saja memulai sebuah permainan
wajib yang biasa kami mainkan, yakni-berkenalan dengan siswi. “sudah
lengkap” ucap Berry. Kami semua duduk membuat lingkaran untuk memulai
permainan. “ jika mata bolpint berhenti atau menunjuk ke arah orang tersebut,
maka ialah yang akan berkenalan dengan siswi di sekolah ini. lanjut Berry.
…aku ingin menolak
permainan ini, tapi rasanya akan menyinggung perasaan teman-temanku. Jadi aku
terpaksa inkut dalam permainan ini.
Permainan pun di mulai,
bolpointnya di mulai putar semuanya merasa tegang, tentang siapa yang akan di
tunjuk bolpoint tersebut. Dan… terpilih willy yang harus berkelanan, karena
mata bolpoint berhenti tepat di depannya. “Baiklah, tidak masalah” kata willy
dengan percaya diri. Lalu kami mengikutinya berjalan keluar kelas untuk
melihatnya beraksi. Dia terlihat menunggu siswi mana yang akan menjadi
incarannya untuk berkelanan. Dengan cepat dia menghadang seorang adik kelas
yang hendak ingin masuk ke dalam kelas, “Hi, boleh kenalan, aku Willy?”. Siswi
itu melewatinya begitu saja, dia mengacuhkan Willy seperti orang yang
meminta-minta yang tidak di pedulikan. Meski begitu, Willy telah selesai dengan
permainan ini. Tidak peduli dia akan di terima atau tidak. Karena yang di
perlukan dalam permainan ini hanya cukup berkelanan dengan siswi tanpa peduli
hasilnya.
Willy menghadap ke arah
kami sambil terseyum malu, kami semua biasa saja. karena kami semua juga akan
mengalami hal yang sama. “will, sabar ya, dia hanya belum tahu siapa kau yang
sebenarnya” ucap Bery menghibur. “Memang siapa dia?” Tanya Hery secara spontan.
“ Dia adalah orang yang di tolak mentah-mentah barusan” jawab Bery tertawa
geli. Sekali lagi kami semua tertawa, semua siswa-siswi melihat tingkah kami
yang tidak jelas. Karena kami tidak bisa menahan tawa kami lagi, suara tawa
tersebut bisa sampai terdengar di seluruh lantai tiga gedung sekolah ini.
Permainan ini membuatku
cukup terhibur untuk sementara, aku tak perlu pusing soal ancaman serangan
kucing. Pikiranku setidaknya menjadi lebih rilek dan siap untuk memikirkan hal
apa yang harus di lakukan untuk ke depannya. Akan tiba saatnya semua orang di
sini tidak akan bisa bersenang-senang lagi. Jika dugaanku benar mengenai
penyerangan kucing terhadap umat manusia memang akan terjadi nanti.
“Jadi nanti malam akan ada
acara ke mana?” Tanya Verdi yang berada ditengah lamunanku. “waduh…jangan malam
ini, lagi krisis nih” jawab Angga. akhir kami semua hanya duduk di halaman
lobby saat pulang sekolah, kembali melihat pertunjukan para siswi yang pulang
sekolah, melewati kami. jika di pikir, kami ini terlihat seperti para idiot
yang tak bisa berhenti melihat atau membicarakan gadis. Itu menjadi tidak
masalah lagi, ketika kamu hanya berkumpul bersama sambil melihat-lihat. Apalagi
David dan Kevin anak teladan sekolah ini berada di pihak kami. “ha-ha-ha”
WANGKI DI SERANG KUCING
5
Malam hari, kira-kira
jam 09.00 malam di rumah, aku mendengar ada yang memanggilku, dia seperti orang
yang tidak sabaran yang menggedor pintu rumahku dengan keras. Padahhal ibuku
sedang istirahat lebih awal hari ini. aku bergegasa keluar untuk melihat siap
yang melakukan itu. aku melihat wangki yang sedang ketakutan “Dis, tolong buka
pintunya, cepat!” . aku bergegas membuka gembok pintu depan untuk membiarkan
Wangki masuk dan membiarkan motornya tetap berada di luar. Aku melihat beberapa
kucing melompat ke arahku, untunglah aku lebih cepat menutup pintu lebih dulu.
Kemudian terlihat para
kucing pergi begitu saja, aku melihat keluar kucing itu ada banyak sekali
jumlahnya. Mereka berjalan baris berbaris, aku tak pernah melihat ada kucing
yang berbaris begitu rapi dan terorganisir. “Aku percaya padamu sekarang” kata
Wangki dengan napas yang tersenggal-senggal. Aku membawa sepeda motor Wangki
masuk ke dalam rumah,setelah memastikan
kucing-kucing itu pergi.
Aku menyuruh Wangki
untuk menginap dulu malam ini, mengingat rumahnya yang masih cukup jauh dari
rumahku. “abis dari mana Ki?” Tanya
memberikan minuman the hangat untuk meredakan keteganggan tadi. “Abis ngikutin
cewek pulang ke rumahnya, aku mau tahu dimana rumahnya yang ada di gunung
sehari” kata Wangki yang sudah sedikit tenang. “Tapi, sialnya malah ketemu
kucing banyak lagi jalan, aku kebut aja sambil pura-pura nakutin biar pada
minggir, tahunya malah kucing itu pada marah, lalu ada yang melompat ke arah
wajahku, untung pakai helm”. Katanya melanjutkan
Menurut Wangki, dia
sempat melakukan perlawan pada kucing-kucing itu. namun, jumlah kucing yang
menyerangnya bertambah banyak. Jadi dia memutuskan melarikan diri dan sampailah
dia di rumahku yang di cengkareng untuk meminta bantuan.
Aku menyarankankan
Wangki untuk menginap di rumahku terlebih dahulu, besok pagi baru dia akan
pulang ke rumahnya yang berada di dadap. Sekarang dia tidak bisa bilang bahwa
berita itu hanya mencari sensasi. Aku merasa puas karena akhirnya dia
mengalaminya sendiri.
Akhirnya Wangki tidur
di kamarku, ibu yang mengatahuinya hal ini merasa tidak keberatan ia menginap di
rumah malam ini. “gadis yang di kejar, rumahnya jauh amat?, dan emangnya
sekolahnya di Black Century juga?” tanyaku pada Wangki. Gak tahu juga sih,
pokoknya aku ikutin saja, dia berhentinya di gunung sehari” jawabnya santai. “ha-ha-ha,
niat amat” jawabku sambil tertawa.
Kami di serang kucing
6
Keesokan harinya di
surat kabar terdapat berita, bahwa, seorang warga di jalan thamrin, Jakarta
pusat. Orang itu tewas oleh serangan kucing. Dan terbukti ahli bedah Saud Purba
ternyata benar. Pada masa itu semua orang berusaha untuk memburu para kucing
yang berkeliaran di sekitar rumah mereka. aku memberitahu teman-teman yang
lainnya. Tapi mereka masih tidak percaya padaku maupun surat kabar. Kecuali,Wangki.
Bery mengajak kami
semua untuk berkumpul di rumah Verdi untuk pergi ke mall nonton bioskop
bersama. Tapi, seseorang terlihat tidak bisa hadir dalam perkumpulan. Dialah
David, alasan mengapa karena tidak bisa ikut karena pacarnya melarangnya. “ini
tidak masuk akal” kata Bery kesal. David berbuat seperti itu karena ia sudah
sering berganti-ganti pacar. Tapi, dia
memang seorang yang tunduk terhadap pacarnya. Mungkin ini salah satu jurusnya
untuk mendapatkan hati wanita. Atu malah dia di perbudak wanita?
Pada malam hari seperti
waktu yang telah di tentukan, kami semua telah berkumpul semua di rumah Verdi.kecuali
David yang tak bisa iut. Kami semua memutuskan untuk memakai kendaraan umum, yakni;
Busway. Sesampainya di mal kami semua langsung menuju lantai paling atas di
mall ini. kami memilih film horror terbaru ,. Di dalam bioskop terlihat muda-mudi
yang saling berpasangan. Kami bersembilan duduk di tengah-tengah mereka semua. Sayangnya,
saat kami semua sedang menonton, Angga malah tidur layaknya di hotel bintang
lima. Sehabis menonton film kami pun ingin langsung pulang, tidak lupa
membangunkan Angga yang tertidur pulas. Tapi Bery mengajak kami makan dulu. Adi
dengan hati mengikuti keinginannya. Soalnya karena dia akan mentraktir kami
semua. Kami mencari makanan di tengah perjalanan kami pulang. Setelah
mencari-cari sebuah tenda makan yang menjual pecel lele terliaht. Itu yang
menjadi tujaun kami semua makan di tempat itu.
Di saat kami yang
sedang asyik makan sambil bercanda, Bery terlihat kebingungan sendiri. Dia
terlihat risih dan tidak berhenti merogoh kantongnya, dia tak berhenti
membuka-menutup dompetnya. “Mampus” katanya. “kenapa Ber?” Tanya Angga. “pasti
mampusnya dia duitnya kurang nie” tandas Verdi. Bery pun berhenti mencari-cari,
sambil terseyum dia bilang “ sory duitnya kurang, ketinggalan di rumah, yang
bawa uang ebih bayarin dulu dah, besok di sekolah pasti dig anti dah”.
Untunglah Kevin membawa
unga paling banyak, dialah yang membayar semuanya dengan wajah lesu tentunya.
“besok, pasti di ganti vin” kata Bery yang melihat sikap Kevin yang agak tidak
rela.
Pukul 09.00 malam, Saat aku dan teman-temanku pulang dari mall,
kami turun di halte busway rawa buaya. Kami memutuskan untuk berjalan kaki
pulang ke rumah Verdi yang berada di daerah Menceng. Cukup jauh juga
menurutku. Di dalam perjalanan, Willy
meyarankan kami semua untuk mmebuat David putus dengan pacarnya, supaya dia
bisa berkumpul bersama kami kembali. Tapi dia hanya bercanda saja.
Aku pun bilang kepada
teman-temaku, bahwa David memiliki hak untuk menerima ataupun menolak ajakan
kita. Sebagai teman aku bisa mengerti. “masalahnya dia menolak kita karena
pacarnya melarangnya” ucap Bery. “Si Hery aja punya pacar, tapi bisa kumpul
bareng kita” lanjutnya. “aku milih teman daripada milih pacar” sahut Hery
dengan gayanya yang santai.
“itu baru namanya teman
sejati!” kata Bery. sambil menepuk bahunya. “ itu kucing banyak amat ya?” Tanya
Adi sambil melihat ke arah jembatan layang yang biasanya di gunakan sebagai
tempat penyeberangan. Kami semua ke arah
yang sama, terlihat pemandangan yang menyeramkan , lebih menyeramkan dari film
horror yang barusan kami tonton. Banyak kucing yang sedang berbaris, lebih
banyak dari aku dan Wangki pernah jumpai sebelumnya.
Terlihat kucing-kucing
itu berjalan menuruni tangga jembatan,
tidak lama mereka berlari serentak. Kawanan kucing itu berlari ke arah kami.
“Lari!” teriak Wangki. Lalu dia berlalari duluan. Kami semua bergegaas lari
juga.tapi, jalanan malam hari ini aneh sekali. Biasanya ramai, dan banyak
angkot yang sedang menunggu penumpangnya
di sini. “lempar mereka dengan batu” ucap willy. Dia melemparkan batu mengenai salah
satu kucing. Nampaknya kawanan kucing itu bertambah marah. Aku teringat waktu
orang yang naik sepeda yang secara tidak sengaja menabrak kucing itu, lalu para
kucing itu membunuhnya.
Sambil belari aku
menceritakan hal ini pada yang lain, “sial lu will” kata Bery. Kami masih
berlari untuk menghindari kawanan kucing, tampaknya kami semua tidak akan mampu
lari sampai ke rumah Kevin, rumahnya yang paling dekat. Karena kami mulai kelelahan. Bersembunyi menjadi
cara satu-satunya. Kami semua terpaksa harus masuk ke dalam got untuk
bersembunyi, Bery tadinya terlihat keberatan dengan cara ini.dia masih berdiri
mematung, semnatara kami meneriakinya supaya turun ke bawah sini. setelah
melihat salah satu kucing menyobek dahan pohon dengan ganas. Barulah Bery melompat
ke bawah. Sialnya dia melompat ke terlalu keras. Sehingga air got yang di
injaknya mengenai kami semua.
Kami semua menahan diri
dahulu, sebelum mempermalasalakan air got yang mengenai kami. “baunya sungguh
busuk” kata Angga. menunggu sampai keadaan aman. Aku mencoba untuk melihat
keadaan di atas, aku melihat banyak sekali kucing yang berlarian di atas kami.
aku bisa memperkirakan semaunya ada ribuan ekor banyaknya. Setelah satu jam
berlalu, aku mengumumkan keadaan sudah aman. Aku melihat semuanya mengeluh pada Bery karena
sudah membuat kami semua bau terkena air got karena perbuatanya. “aku bilang
“tunggu!, kita harus berterima kasih pada Bery. mereka melihatku dengan tatapan
tajap mirip mata kucing-kucing itu. “berkatnya para kucing tak bisa mengendus
bau manusia karena sudah tercemar air got yang bau”. Lanjutku yang akhirnya mereka bisa mengerti maksudku.
Kami semua kembali ke
rumah Verdi, tak jadi ke rumah Kevin. Sebab keadaan sekarang sudah aman untuk
semenatara. Kami semua pulang ke rumah
masing-masing dengan baju yang keren tadinya. Kini menjadi kotor sekali. Ini
pengalaman yang paling menakutkan yang pernah kami alami, sungguh kami tak
pernah menganggap kucing bisa menjadi begitu berbahaya bagi manusia, sungguh
kejadian yang mengerikan bagi kami semua.
Lagipula kekuatan
kucing itu sangat dasyat sehingga dahan pohon yang di cakarnya bisa terbela
menjadi dua. Selain jumlahnya yang banyak, kekuatannya pun bertambah. Dengan
ini saja, aku sudah pastikan mereka ingin balas dendam kepada umat manusia.
Bersambung dulu ya.....
WARNING
SILAKAN ctrl+D supaya bisa mengikuti cerita ini untuk selanjutnya ...
thank to for kaskuser for coming..
silakan komentarnya.